Anda yang berulang tahun pada tanggal 11 November patut berbahagia, karena ulang tahun anda dirayakan mayoritas orang di dunia dengan…belanja. Ya, tanggal 11 November, 11-11 merupakan hedonisme festival belanja terbesar di jagad raya yang diselenggarakan oleh Alibaba, raksasa retail dari Tiongkok. Dengan pendapatan sebesar $ 25 miliar yang diakumulasi dari perputaran uang sehari tangal 11-11-2017, angka ini jelas fantastis jika dibandingkan dengan pendapat event serupa. Black Friday di Amerika Serikat yang dilakukan sehari pasca thanksgiving saja pada tahun 2017 “hanya” berhasil memutar uang sebesar $5 miliar. Kalah jauh dengan 11-11 nya Alibaba.
Fenomena perputaran uang yang luar biasa jumlahnya dalam sehari ini adalah peristiwa yang relatif baru. Black Friday mulai digunakan untuk menyebut musim belanja menjelang Natal pada kisaran tahun 2000an. Sedangkan terminologi festival belanja single day (11-11) baru berumur sepuluh tahun. Hal ini menandakan semakin kesini kegiatan belanja semakin masif dan intens dilakukan. Meningkatnya intensitas belanja diakibatkan oleh berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh globalisasi.
Globalisasi pada dasarnya memunculkan dua hal, yang pertama adalah munculnya hiperrealitas dan berjaraknya ruang dan waktu (time space distanciation). Hiperrealitas adalah konsep yang diperkenalkan oleh Baudillard. Singkatnya kira-kira begini dalam masyarakat yang tergantung terhadap akses informasi, apa yang dipercayai sebagai kebenaran adalah apa yang ditampilkan di media, seringkali dalam bentuk iklan. Media menampilkan apa yang disebut dengan realitas yang termediasi sehingga seringkali terdapat distorsi dan muatan kepentingan dari proses penayangannya. Sebagai contoh, iklan mie instan yang menampilkan Al-Ghazali sebagai bintangnya.
Dalam iklan tersebut Al Ghazali digambarkan sangat enerjik, bersemangat dan gembira ketika memakan mie goreng yang diiklankan. Bahkan semua pemeran dalam iklan itu digambarkan sangat gembira ketika akan dan sedang menikmati mie goreng tersebut. Namun apakah dalam realitasnya demikian?
Realitasnya mie instan adalah makanan yang menggembirakan bagi anak kos di akhir bulan saja. Jika punya pilihan lain, mie instan adalah opsi terakhir. Kecuali anda berada di Nigeria, yang menggunakan mie instan untuk reward agar warganya mau melakukan vaksinasi.
Ditambah lagi seumur hidup saya, belum pernah saya segembira Al ketika mengonsumsi mie instan.Dari iklan tersebut, gambaran realitas yang ingin disampaikan adalah efek positif dari mengonsumsi mie instan yang menggembirakan dan membakar semangat. Nyatanya bisa jauh berbeda. Begitulah hiperrealitas bekerja. Menciptakan realitas yang sesuai dengan pemegang kuasa, dalam hal ini pemilik modal.
Contoh lain adalah barang-barang fashion. Pernahkah anda membeli sebuah baju dengan model dan merk tertentu secara online? Kemudian pernahkah terjadi anda merasa baju tersebut tidak nampak sebagus fotonya ketika anda scroll instagram anda? Pernahkah anda merasa ketika foto itu digunakan oleh model yang berbadan atletis di iklan nampak sangat bagus, namun ketika anda gunakan anda merasa ada yang salah?
Selamat, anda telah menemukan dampak dari hiperrealitas yang dikonstruksi media, first hand! Efek pembentukan hiperrealitas yang bersumber dari penggunaan animasi, permainan desain dan caption yang menarik telah berhasil menyampaikan maksud si pembuat konten agar anda membeli barang dagangannya. And it works, everytime!
Efek kedua dari globalisasi adalah berjaraknya ruang dan waktu. Berjarak karena dipisahkan sekaligus disambungkan oleh internet. Penjelasannya kira-kira begini. Dulu orang hanya bisa berada di satu tempat pada satu waktu. Saya hanya bisa ngobrol dengan si A pada jam 07.00-07.30 di Taman Bungkul. Namun dengan adanya globalisasi yang bewujud internet, saya bisa “berada” dibanyak tempat pada waktu yang relatif singkat. Yang perlu saya lakukan hanya tinggal terkoneksi ke internet dan saya bisa ngobrol dengan si A, si B, si D pada rentang waktu antara jam 07.00-07.30 melalui internet, media sosial, email dan yang lain. Tidak terbatas dalam aktivitas komunikasi saja, ngobrol pada penjelasan sebelumnya juga dapat diganti dengan berdiskusi, tukar foto, bernyanyi, menulis dan yang jelas berbelanja.
Yang terakhir ini menarik. Berjaraknya ruang dan waktu juga berpengaruh terhadap proses berbelanja. Berbelanja hakikatnya adalah aktivitas bertemunya pembeli dan penjual di tempat tertentu untuk melakukan transaksi jual beli. Artinya berbelanja memerlukan usaha untuk bertemu dan menuju tempat tertentu yang disepakati. Globalisasi melalui penjarakan ruang dan waktu memotong proses ini. Pembeli dan penjual tidak lagi perlu bertemu. Satu pembeli dapat melakukan transaksi dengan lebih dari satu penjual pada satu waktu yang hanya terpaut hitungan detik dengan jangkauan belanja yang hampir tidak terbatas. Fitur globalisasi ini jelas mengubah cara orang berbelanja, dari konvensional menuju logika dan cara-cara e-commerce. You buy things not because you need, just because you can.
Ketika globalisasi sebagai proses yang dikuasai pemilik modal sudah mengendalikan esensi belanja dan cara belanja seperti dijelaskan sebelumnya, hasil yang paling logis adalah gaya hidup konsumtif. Realitas yang dikendalikan oleh pemilik modal melalui hiperrealitas mengubah esensi konsumsi dari memenuhi kebutuhan menjadi memenuhi tuntutan konstruksi dari hiperrealitas. Sedangkan berjaraknya ruang dan waktu menggeser cara belanja dari tradisional menuju digital. Keduanya berkontribusi menghasilkan masyarakat konsumtif yang selalu konsumtif terhadap produk-produk terbaru dari pasar dan dalam beberapa kasus sangat militan.
Yang terlanjur sayang dengan produk Apple bakal terus cinta buta. Semua produk Apple bakal dibeli. Bahkan ketika Apple mengeluarkan Iphone yang tidak dilengkapi dengan colokan dan kabel earphone. Eh, beberapa waktu kemudian ada tali anti hilang yang dijual terpisah. Mempertanyakan strategi marketing Apple itu jelas tidak relevan. Namanya saja sudah cinta, tai kucing bisa jadi rasa coklat. Apalagi cuma ponsel yang enggak ada colokan headsetnya.
*Dipbulikasikan pertama kali di locita.co oleh Dias Pabyantara
0 comments