Persoalan seksualitas di Indonesia nampaknya akan selalu menjadi topik pembicaraan yang menarik. Kasus-kasus yang melibatkan persoalan seksualitas selalu menjadi perbincangan viral di media sosial. Kasus perkosaan, kasus tes keperawanan, pelecehan terhadap laki-laki sampai persoalan aurat di ruang publik menjadi perbincangan hangat cenderung panas. Untuk yang terakhir, barusan saja terjadi.
Beberapa hari yang lalu muncul petisi mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghentikan iklan salah satu toko online yang menayangkan Blackpink, artis Kpop, di iklannya. Dan dikabulkan oleh KPI. KPI menegur 11 stasiun televisi yang menayangkan iklan tersebut.
Blackpink dianggap berpakaian “tidak sopan” dan mengumbar aurat, apalagi penanyangan iklannya di sela-sela salah satu program animasi untuk anak-anak, begitu tuduhannya. Sampai tulisan ini dibuat, petisi online tersebut telah ditanda tangani lebih dari 110.000 orang. Artinya ada 110.000 orang yang sepaham
Saya bukan pegawai apalagi pemilik toko online tersebut, tapi dibalik itu semua saya melihat hal penting lainnya yaitu pertunjukan konstruksi pemikiran yang bermasalah, dampak dari pendidikan seksual yang tidak layak dan persepsi soal gender yang acak kadut. There, i’ve said it. Hehe. Tenang, tenang, sebelum saya dikatakan utusan Dajjal dari dasar neraka untuk mengajak manusia menuju kesesatan, saya jelaskan dulu alasanya.
Begini, dalam tradisi konstruktivisme ada dua hal yang membentuk makna, objek materiil dan persepsi mengenai objek. Objek materiil adalah yang dapat kita rasakan dengan indra. Kursi yang sedang anda duduki, meja yang sedang anda pakai menulis, televisi yang sedang anda tonton, buku yang sedang anda baca dan seterusnya. Sedangkan persepsi mengenai objek adalah faktor ideasional yang muncul dari kesadaraan dan akumulasi pengalaman anda sebagai subjek terhadap dimensi materiil dari objek.
Kursi yang bagus, meja yang indah, tontonan televisi yang pantas, konten internet yang mendidik dan seterusnya. Pantas, mendidik, bagus, indah adalah persepsi anda sebagai subjek yang berpikir terhadap objek/realitas disekitar anda. Sehingga makna yang anda pahami atas realitas ditentukan oleh konstruksi pemikiran anda terhadap realitas.
Ruwet ya? Gampang gini, yang bikin kursi itu indah atau jelek yang cara mikirmu. Yang bikin tayangan televisi itu bagus atau tidak yang cara mikirmu. Yang bikin kursi itu pantes ada disitu atau tidak yang cara mikirmu. Yang atas tadi cuma buat nambah-nambahin jumlah kata aja, biar keliatan banyak. Hehehe
Nah, kalau kita sepakat bahwa makna terhadap realitas itu bernilai karena pemikiran kita, kok malah yang dilarang objeknya. Yang dibatasi akses terhadap realitasnya. Harusnya yang dibenerin kan cara berpikirnya, bukan melarang objeknya. Karena percayalah wahai sodara-sodara sebangsa dan setanah air sampeyan larang Blackpink sekarang besok-besok pasti muncul model masalah begini lagi. Bentuknya bisa jadi beda, tapi intinya sama.
Tapi dipikir-pikir lagi, kita ini memang senang sekali melarang-larang ya. Tidak sepakat dengan ide-ide PKI, yang dilarang buku Karl Marx. Katanya Marxisme sama dengan Komunisme,
Contoh lain adalah pemblokiran situs yang terindikasi memuat konten pornografi (dan beberapa konten lainnya) oleh Kominfo yang telah dilakukan sejak 2010. Sekilas nampak luar biasa, tapi jika dipikir lagi, ini hanya menyelesaikan gejala awal saja. Permasalahannya ada di cara berpikir masyarakatnya yang gagap mengenai konten-konten dewasa. Hasilnya kelihatan rok agak naik dikit sudah panas dingin. Kelihatan badan atletis dikit “rahimnya sudah hangat”. Belum lagi kalau ngomong soal blokirnya yang bisa di bypass menggunakan aplikasi gratisan. Duh deeeeeek.
Makanya dibanyak kesempatan saya selalu menekankan pentingnya pendidikan seks bagi setidaknya remaja. Pendidikan seks ini jangan diartikan sempit hanya sebagai cara melakukan hubungan seksual saja, yang kemudian disalah artikan mendukung seks bebas. Tidak, sama sekali tidak.
Jangkauan pendidikan seks ini luas, diantaranya mengenalkan anak-anak terhadap organ seksualnya, bagaimana batasan-batasan menggunakan organ seksual yang bertanggung jawab dan bagaimana batasan interaksi orang lain terhadap organ seksual. Kita ini diskriminatif terhadap penis, vagina dan payudara.
Semua bagian tubuh manusia, bahkan hewan, kita pelajari di sekolah secara mendalam. Detail bagian-bagiannya pun kita pelajari, sampai cara bekerjanya. Tapi ketika sampai pada bab reproduksi kenapa Cuma berhenti pada anatomi? Jelaskan juga nilainya, jelaskan juga konsekuensinya. Karena saya kira tidak ada organ tubuh lain yang nilai dan pemaknaanya paling beragam kecuali organ reproduksi.
Pendidikan seks ini juga penting agar kita mudah mengendalikan syahwat. Percayalah rasa penasaran adalah dorongan yang luar biasa. Semakin tidak dibicarakan dan ditutupi semakin penasaran. Berapa banyak yang mampu anda ingat kasus perkosaan yang didasari rasa penasaran dan syahwat yang tidak terkontrol? Hampir semua saya kira.
Bayangkan jika pendidikan seks di berikan pada remaja. Di atas kertas, karena belum dilakukan, remaja akan paham soal seksualitasnya. Paham soal seksualitas artinya paham soal fungsi, peran dan konsekuensinya. Kuasa pengetahuan yang ada akan menahan remaja dari penyalahgunaan organ seksualnya.
Harapannya dengan cara ini kita bisa memutus satu generasi yang acak kadut pemahamannya soal gender dan seksualitas. Masih ingat soal siswa SD laki-laki yang menindih tubuh teman perempuannya karena dia kira berhubungan seksual adalah menindih tubuh lawan jenisnya? Hal-hal seperti ini bisa kita hindari dengan pemberiaan materi pendidikan seksual yang layak. Sampai kapan kita mau tutup mata terhadap fakta bahwa mayoritas remaja kita mengetahui cara berhubungan seksual dari video porno?
Kembali ke kasus Blackpink, saya prediksi ini bukan yang terakhir. Melihat geliat kelas menengah di Indonesia yang sedang naik, Indonesia adalah pasar potensial untuk produk-produk dunia. Produk yang masuk akan membawa nilai yang berbeda. Sampai kapan kita gagap terhadap nilai-nilai dari luar, khususnya soal seksualitas?
Yang bisa kita lakukan bukan melarang objeknya tapi menyiapkan subjek pemikir generasi muda yang terdidik dan tidak gagap terhadap konten dari luar. Kaitannya dengan ini, kelas gender di universitas saya dibuka lho tahun semester depan. Mungkin ada yang mau mendaftar. Bapak ibu KPI mungkin? Hehehe.
*Dipublikasikan pertama kali di locita.co oleh Dias Pabyantara
0 comments